SISTEM PENYALURAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Zakat
Menurut bahasa, zakat berarti nama' (kesuburan), thaharah (kesucian),
barakah (Keberkatan).1 Sebagaimana firman Allah SWT. :
Artinya : "Ambil zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk
mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu menjadi ketenteraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (Q.S. Al Taubah : 103)2
Selain itu, zakat mempunyai arti tumbuh (nuwuww) dan bertambah
(ziyadah).3
Menurut al- Asyqalany dalam kitabnya Subul al- Salam mengartikan
zakat:
Artinya :"Zakat menurut bahasa adalah kalimat yang di pakai untuk dua arti
yaitu: kesuburan dan kesucian, untuk istilah sedekah yang wajib dan
yang sunah, nafaqah, dan kemaafan serta kebenaran."
Adapun secara istilahi, zakat menurut al Mawardi adalah :
Artinya : "Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang
tertentu, menurut sifat yang tertentu untuk diberikan kepada
golongan yang tertentu."5
Sedangkan zakat menurut al- Syaukani adalah :
Artinya : "Memberikan sebagian (dari harta) yang sudah mencapai senisab
kepada fakir dan sebagainya yang bersifat tidak di larang oleh
syara' dan tidak pula di larang memberikan kepadanya."6
Menurut Imam Taqiy al- Din, zakat adalah :
Artinya : "Zakat menurut syara' adalah sebuah nama kuasanya
mengeluarkan (tasaruf) harta tertentu kepada golongan tertentu
dengan beberapa syarat."7
Selain kata zakat, di al- Qur'an juga terdapat istilah-istilah lain yang
mempunyai arti sama dengan zakat, di antaranya adalah :
a. Haq, hal ini dijelaskan dalam al- qur'an Surat al- An'am ayat 141 yaitu :
Artinya : "Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah,dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir-miskin) dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan."(Q.S. Al An'am : 141)8
b. Shadaqah, dijelaskan dalam surat Al Taubah : 104, yaitu :
Artinya : "tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat. Dan bahwasanya
Allah Penerima taubat lagi Maha Penyayang."(Q.S. Al Taubah :
104)9
Nafaqah, istilah ini terdapat dalam surat Al Taubah : 34 yang berbunyi:Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih."(Q.S. Al Taubah : 34)10
Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa
istilah lain dalam al- Qur'an tentang zakat, diantaranya adalah haq, nafaqah,
dan shodaqoh. Istilah-istilah tersebut tidak berkembang dan tidak
dipergunakan oleh masyarakat untuk mengganti istilah zakat. Hanya shadaqah
wajib yang terkadang dipergunakan sebagai pengganti istilah zakat.
B. Dasar Hukum Zakat
Sebagaimana diketahui bersama, al- Qur'an turun dalam dua periode,
yaitu periode Makkah dan periode Madinah, begitu juga zakat juga diturunkan
dalam dua periode, hanya saja ayat-ayat zakat yang turun di Makkah
pernyataannya tidak dalam bentuk amar (perintah yang wajib dilaksanakan)
tetapi dalam kalimat berita biasa. Hal ini karena ayat zakat hanya di pandang
sebagai ciri orang-orang yang beriman, bertaqwa, dan berbuat kebajikan,
sehingga belum ditentukan besar nisabnya, orang-orang yang mengumpulkan
dan membaginya. Jadi, batas besarnya zakat pun belum ditentukan tetapi
diserahkan kepada rasa iman, kemurahan hati dan perasaan tanggung jawab
seorang atas orang lain sesama orang yang beriman.11
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, banyak ayat-ayat hukum yang
diturunkan, termasuk penegasan hukum-hukum zakat, sedangkan sunnah
(hadits) bertindak menjelaskan pernyataan al-Qur'an yang masih samar
termasuk menegaskan nisab serta besarnya zakat yang dikeluarkan.
Menurut sebagian ulama', zakat diwajibkan sejak tahun kedua hijriah,
sedangkan yang berhak menerima hanya dua golongan yaitu orang fakir dan
orang miskin sebagaimana firman Allah :
Artinya : "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.
Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-
kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan."(Q.S. al Baqarah : 271)12
Demikian itu berlangsung sejak tahun kedua hijriah sampai di utusnya
Muadz bin Jabal ke Yaman, yakni pembagian zakat masih berkisar pada dua
golongan yaitu fakir dan miskin. Baru setelah tahun sembilan hijriah turunlah
surat al-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang orang yang berhak
menerima zakat itu ada delapan golongan.13 Sebagaimana firman Allah :
Artinya : "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(Q.S. Al Taubah :
60)14
Dengan uraian di atas, jelaslah bahwa zakat itu hukumnya wajib.
Sebagaimana firman Allah :
Artinya : "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku'"(Q.S. Al Baqarah : 43)15
Dikuatkan lagi dengan hadits Nabi :
Artinya : "Dari Ikrimah bin Khalid mengabarkan kepada Thawus bahwa
seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar r.a., katanya
: "kenapa anda tidk lagi berperang?" jawab Abdullah : "aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda: "bahwa Islam di bangun
atas lima perkara : pengakuan (sahadat) tidak ada tuhan selain
Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadlan,
dan haji ke Baitullah."16
Dari keterangan ayat-ayat dan hadits tersebut, maka tidak diragukan lagi
bahwa hukum zakat itu wajib, sama halnya dengan wajibnya shalat.
C. Syarat Wajib Zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga yang diwajibkan atas setiap
umat yang mampu sebagaimana diwajibkan shalat bagi orang Islam yang
terkena taklif. Oleh karena tidak semua orang Islam termasuk orang yang
mampu untuk mengeluarkan zakat, maka diperlukan persyaratan-persyaratan
kapan dan siapa yang wajib untuk mengeluarkan zakat.
Para fuqaha' telah sepakat bahwa zakat mal diwajibkan atas :
1. Orang Islam yang merdeka.
Baik firman-firman Allah di dalam al- Qur'an maupun hadits-hadits
Nabi selalu menyebutkan bahwa zakat diwajibkan kepada orang yang
beriman karena orang yang beriman adalah orang yang selalu mentaati
segala hukum-hukum Allah yang telah dibebankan kepadanya. Sebagai
manifestasi rasa iman itulah maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima semata-mata hanya
untuk menjalankan perintah Allah.
Seorang yang merdeka artinya dia mempunyai hak milik penuh
terhadap harta yang akan dizakatkan. Sebaliknya seorang hamba sahaya
tidak mempunyai kewajiban zakat karena dia tidak punya hak milik penuh
karena harta yang dia miliki sewaktu-waktu dapat di ambil oleh tuannya.
2. Berakal pikiran sehat
Akal pikiran yang sehat dapat menimbang antara baik dan buruk.
Akal pikiran yang sehat itu pula yang merupakan ukuran seseorang bisa
menerima taklif, sebaliknya orang yang akal pikirannya tidak sehat (gila)
maka tidak dapat membedakan baik dan buruk, perintah dan larangan
sehingga perbuatannya tidak terarah dan tidak tahu tentang hukum. Oleh
karena itu dia di luar perbuatan hukum dan tidak terkena taklif.
Apabila seseorang yang gila mempunyai harta, maka walinya lah
yang bertugas untuk mengelola harta tersebut dan mengeluarkan zakatnya
bila telah memenuhi persyaratan untuk zakat. Hal ini menunjukkan bahwa
beban hukum diwajibkan hanya kepada orang yang mempunyai akal dan
pikiran yang sehat.
3. Dewasa
Pada prinsipnya kemampuan seseorang itu diatur dengan
kedewasaanya, sebab kedewasaan itu menunjukkan bahwa akalnya
sempurna.
Oleh karena akal tidak dapat di raba dan di lihat, maka Allah
menghubungkan akal dengan baligh. Dengan adanya baligh (kedewasaan)
itulah seseorang terkena beban hukum (taklif).
Dalam Islam, tolok ukur yang digunakan untuk menetapkan baligh
adalah sudah menstruasinya seorang wanita dan ihtilam (mimpi keluar
mani) bagi laki-laki.
4. Hak milik penuh
Kekayaan itu adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat
dimanfaatkan oleh manusia meskipun sebenarnya kekayaan itu adalah
milik Allah yang dititipkan pada hamba-Nya yang bertugas sebagai
khalifah di bumi. Sebagaiman firman Allah :
Artinya : "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang telah Allah
jadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari
hartanya memperoleh pahala yang besar."(Q.S. al- Hadid :
7).17
Milik penuh ini berarti bahwa harta itu di bawah kontrol dan
kekuasaan orang yang wajib zakat atau berada di tangannya, tidak
tersangkut di dalamnya hak orang lain, secara penuh ia dapat bertindak
hukum dan menikmati manfaat harta itu. Berdasarkan syarat ini, maka
seorang pedagang belum dikenai zakat apabila barang itu belum sampai ke
tangannya, begitu pula barang yang di rampok atau di curi orang tidak
wajib dizakatkan karena belum dikembalikan kepada pemiliknya.18
5. Memiliki harta satu nisab dan berlaku setahun
Yang di maksud dengan satu nisab adalah kadar minimal jumlah
harta yang wajib dizakati berdasarkan ketetapan syara'.19
Pada harta-harta yang disyaratkan cukup satu nisab, jika kurang dari
nisab tidaklah dikenakan zakat.20
Selain itu, harta tersebut harus telah cukup setahun dimiliki. Dengan
demikian, harta-harta yang cukup nisab itu harus juga cukup setahun
dimiliki. Dan perhitungan cukup nisab itu di hitung dari awal tahun hingga
akhir tahun.21
Adapun harta-harta yang disyaratkan cukup setahun dimiliki
nisabnya adalah binatang (ternak), emas, dan perak serta barang-barang
perniagaan.22
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
Artinya : "Dari Aisyah r.a., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: "Tidak
ada zakat terhadap suatu harta hingga cukup setahun dimiliki,
yakni cukup setahun dimiliki dengan nisab". (H.R.Ibnu Majah)
D. Tujuan dan Hikmah Zakat
Segala sesuatu yang telah menjadi hukum-hukum Allah tentunya tak
lepas dari tujuan dan hikmah yang terkandung didalamnya, begitu juga dengan
zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang keempat tentunya
mempunyai tujuan dan hikmah-hikmah yang mendalam bagi kehidupan
manusia yang mendambakan kesejahteraan lahir batin.
Yang di maksud dengan tujuan zakat adalah sasaran praktisnya. Dalam
hal ini, menurut Syaifuddin Zuhri, tujuan zakat adalah untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.24 Adapun secara terperinci Daud Ali
menjelaskannya sebagai berikut :
a. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan;
b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para
gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya;
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat
Islam dan manusia pada umumnya;
d. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta;
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati
orang-orang miskin;
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang
miskin dalam suatu masyarakat;
g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta;
h. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya;
i. Sarana pemerataan pendapatan (rizki) untuk mencapai keadilan
sosial.25
Dari keterangan tersebut dipahami bahwa tujuan zakat dapat dibedakan
menjadi dua bagian yaitu tujuan zakat yang dinisbatkan kepada si pemberi dan
tujuan zakat yang dihubungkan dengan si penerima dan orang yang
memanfaatkannya.
Zakat sebagai lembaga Islam juga mengandung hikmah (makna yang
dalam atau manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut
antara lain:
1. Zakat sebagai manifestsi rasa syukur dan pernyataan rasa
terimakasih hamba kepada Allah yang telah menganugerahkan
rahmat dan nikmat-Nya yang berupa kekayaan.
2. Zakat mendidik manusia agar tidak bakhil, kikit, dan rakus,
sebaliknya dengan zakat mendidik manusia menjadi dermawan,
pemurah, melatih disiplin dalam menunaikan kewajiban dan
amanah kepada yang berhak dan yang berkepentingan.
3. Zakat menjadi alat untuk menghilangkan jurang pemisah antara
orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara si kuat dan si
lemah. .26
4. Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan
para pendosa dan pencuri.27
E. Sistem Pendistribusian Zakat
Secara formal, pendistribusian zakat langsung di atur oleh Allah SWT.
sendiri, tidak memberikan kesempatan kepada Nabi dan ijtihad para Mujtahid
untuk mendistribusikannya.
Dalam ayat al Qur'an yang menerangkan tentang zakat ditemukan kata-
kata :ﺔﻓﺪ ﺻ ﻢﻬﻟاﻮ ﻣا ﻦ ﻣ ﺬ ﺧ . Lafal ﺬ ﺧ ini berbentuk amar yang
menunjukkan adanya perintah untuk memungut zakat. Dalam hal ini tentunya
orang yang mempunyai kewenangan lah yang dapat melakukannya, yaitu para
penguasa. Bahkan, terhadap mereka yang enggan membayar zakat, para
penguasa dapat mengambilnya dengan menggunakan kekerasan.28 Dan untuk
keperluan menghimpun zakat ini, hendaklah para penguasa membentuk badan
'amalah atau petugas zakat. Oleh petugas-petugas zakat inilah kemudian zakat
yang telah di ambil dari para muzakki dibagikan kepada yang berhak
menerimanya. Dan kepada siapa saja zakat itu diberikan secara jelas telah di
atur dalam Surat Al Taubah ayat 60 yang berbunyi :
Artinya : "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk orang-orang yang berhutang, para budak
untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (Q.S. At-taubah ayat 60)29
Sesuai dengan prinsip yang di atur dalam Surat al- Taubah ayat 60,
ulama' sepakat bahwa distribusi zakat hanya diperuntukkan kepada delapan
asnaf, tidak untuk yang lain. Delapan asnaf itu adalah :
a. Fakir dan Miskin
Fakir yaitu orang yang sama sekali tidak punya pekerjaan, atau
mempunyai pekerjaan akan tetapi penghasilanya sangat kecil, sehingga
tidak cukup untuk memenuhi setengah dari kebutuhannya. Sedangkan
yang di maksud dengan miskin adalah orang yang mempunyai
kekayaan yang melebihi dari kekayaan orang fakir, yaitu orang yang
mempunyai pekerjaan dan penghasilaan yang hanya bisa menutupi
setengah lebih sedikit dari kebutuhnya.30
Jumhur ulama' sepakat, bahwa fakir dan miskin itu sama saja.
Dalam artian, bahwa fakir dan miskin sama-sama tidak dapat
memenuhi kebutuhan.31
b. Amil
Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpulkan, menjaga
dan memindah-mindahkannya. Sehingga termasuk dalam hal ini
adalah petugas keamanan, sekretaris, petugas keamanan, penimbang,
tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan untuk
pengumpulan dan pembagian zakat.32
c. Muallaf
Muallaf adalah, mereka yang perlu ditarik simpatinya kepada
Islam, atau mereka yang dimantapkan hatinya di dalam Islam, juga
mereka yang perlu dikhawatirkan berbuat jahat terhadap orang Islam
dan mereka yang diharap akan membela Islam.33
d. Riqab
Riqab adalah mereka yang masih dalam perbudakan, dan yang
dimaksud dalam ayat 60 dari surat al Taubah "segala mereka yang
hendak melepaskan dirinya dari ikatan riqab atau perbudakan". 34
e. Gharim
Gharim adalah mereka yang mempunyai hutang, tak dapat lagi
membayar hutangnya, karena telah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya
mereka yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, mereka yang
berhutang untuk kemaslahatan umum, dan kemaslahataan-
kemaslahatan bersama yang lain.35
f. Sabilillah
Menurut Syaikh Ahmad Mustafa Al- Maraghi yang di maksud
dengan sabilillah adalah sarana untuk menuju keridlaan Allah dan
pahala-Nya. Hal ini mengandung pengertian semua kepentingan bagi
umat Islam secara umum yang bertujuan untuk menegakkan agama
dan negara."36
Menurut Muhammad Rasyid Ridha Sabilillah itu segala hal
mencakup semua kepentingan syar'iyyah secara umum yang berkenaan
dengan masalah agama dan negara.37
g. Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah orang yang terhenti dalam perjalananya. Mereka
tidak mempunyai harta lagi untuk memenuhi kebutuhanya dan
kebutuhan keluarga yang sedang bepergian bersamanya. Mereka itu
diberi bagian harta zakat untuk memenuhi kebutuhan dalam
perjalananya, walaupun pada dasarnya di daerah asal mereka termasuk
orang kaya.38
Dari uraian tersebut, apakah zakat wajib dibagikan kepada 8 kelompok
tersebut atau boleh dibagikan kepada salah satu atau beberapa kelompok saja.
menurut madzhab Syafi'i; jika pada suatu tempat 8 kelompok tersebut ada,
maka zakat wajib dikeluarkan kepada delapan kelompok tersebut, namun jika
hanya ada beberapa saja diantaranya, misalnya yang ada hanya kelompok
faqir, miskin, sabilillah, maka zakat harus diberikan kepada kelompok yang
ada tersebut. Sedangkan menurut jumhur (Hanafi, Maliki dan Hambali) zakat
boleh dibagikan hanya kepada salah satu kelompok dari delapan kelompok
penerima zakat, walaupun masih ada kelompok penerima zakat yang lain. 39
1 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat,Semarang: Pustaka Rizki
Putra, Cet.III, 1999, hlm. 3
2 Depag RI, Al Qur'an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab suci Al Qur'an,
Jakarta : Depag, 1985, hlm. 297
3 Wahbah al Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Bandung : Remaja Rosda
Karya, 1995, hlm. 82
4 Ibnu Hajar al- Asyqalany, Subul al Salam, Beirut : Dar al Fikr, Juz II, t.t., hlm. 120.
5 Al Mawardi, al- Hawy al Kabir, Beirut : Dar al Fikr, Juz IV, t.t., hlm. 3
6 Al Syaukani, Nail al Authar, Beirut : Dar al Jil, Juz IV, 1973, hlm. 169
7 Imam Taqiy al Din, Kifayah al Akhyar fi halli al Ghayah al Ikhtishar, Bandung : Al
Ma'arif, Juz I, t.t., hlm. 172.
8 Depag RI, Op.Cit., hlm. 212
9 Ibid., hlm. 298
10 Ibid., hlm. 283
11 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. IV,1996,
hlm. 61
12 Depag RI, Op. Cit., hlm. 68
13 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op. Cit., hlm. 11
14 Depag RI, Op. Cit., hlm. 290
15 Depag RI, Loc. Cit.
16 Al- Muslim, Shahih Muslim, Beirut : Dar al Fikr, Juz I, t.t., hlm. 13
21 Ibid.
22 Ibid., hlm. 38
23 Ibnu Yazid Qozwin, Sunan Ibnu Majah, Juz I, Beirut : Dar al Fikr, t.t., hlm. 571
24 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual,Semarang : Bima Sejati, 2000, hlm. 43
25 Mohammad Daud Ali, Sisitem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI-Press,
1988, hlm. 40
26 Wahbah Al- Zuhayly, Op.cit, hlm.86
29 Depag RI, Loc. Cit.
30 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zk, terj. Said
Agil Husin Al Munawar, Semarang : Dina Utama, t.t., hlm. 1
31 Syaifudin Zuhri, Op. Cit., hlm. 57
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Uang jakat gaji saya tiap bulan saya kumpulkan di rumah, yg sebelumnya saya bayarkan tiap bulan ke masjid ke pengurusnya
BalasHapusYg saya tanyakan, uang zakat yg saya kumpulkan tersebut bisa tidak saya swrahkan/bagikan ke fakir ( yg berhak ), namun dalam bentuk uang dan sembako ?
Dan ada tidak bacaan atau niat khusus dalam memberikan /menyerahkan uang dan sembako tersebut ?
Terima kasih
Wassalamualaikum
Uang jakat gaji saya tiap bulan saya kumpulkan di rumah, yg sebelumnya saya bayarkan tiap bulan ke masjid ke pengurusnya
BalasHapusYg saya tanyakan, uang zakat yg saya kumpulkan tersebut bisa tidak saya swrahkan/bagikan ke fakir ( yg berhak ), namun dalam bentuk uang dan sembako ?
Dan ada tidak bacaan atau niat khusus dalam memberikan /menyerahkan uang dan sembako tersebut ?
Terima kasih
Wassalamualaikum
Terima kasih infonya ustadz...
BalasHapusterimakasih artikel ini sangat bermanfaat
BalasHapus