hukum dagang

HUKUM DAGANG LATAR BELAKANG Hukum dagang merupakan jenis khusus dari hukum perdata. Karena itu hubungan hukum, tindakan atau perbuatan hukum dagang juga merupakan hubungan hukum, tindakan atau perbuatan hukum keperdataan. Istilah dagang atau niaga (atau istilah sekarang adalah bisnis) adalah terjemahan dari istilah “handel” dalam bahasa Belanda yang dapat diartikan sebagai dagang, niaga atau perniagaan, atau istilah sekarang menyebutnya bisnis, sehingga “hendels recht” diartikan sebagai hukum dagang, hukum niaga atau hukum perniagaan, atau biasa disebut juga sebagai hukum bisnis. Atas dasar ini, maka sumber utama dari hukum dagang ini adalah Wetboek v. Koophandel yang kita kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Suatu hal yang sangat penting mengetahui bahwa hukum dagang atau hukum perniagaan itu merupakan bagian khusus dari hukum perdata, karena tidak mungkin kita mempelajari hukum dagang tanpa mengetahui pengertian-pengertian keperdataan yang tercakup dalam sumber hukumnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PERMASALAHAN • Jenis-Jenis Perdagangan • Sumber-Sumber Hukum Dagang Indonesia • Hak atas Kekayaan Intelektual • Sanksi atas Pelanggaran HaKI PEMBAHASAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN Perdagangan atau perniagaan atau bisnis pada umumnya, ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu;[1] 1. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang • Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir) • Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen) 2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan • Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik) • Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh (kesenian, musik) • Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek) 3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan • Perdagangan dalam negeri • Perdagangan internasional yaitu perdagangan ekspor dan perdagangan impor • Perdagangan meneruskan (perdagangan transito) Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya, termasuk wesel, cek, pengangkutan, asuransi dan kepailitan.[2] SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG INDONESIA[3] 1. Pengaturan Hukum di Dalam Kodifikasi • Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Ketentuan KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III tentang perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai Hipotik. • Pengaturan di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Isi pokok daripada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia adalah: a. Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab. b. Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, terdiri dari 13 bab. 2. Pengaturan di Luar Kodifikasi Sumber-sumber hukum dagang yang terdapat di luar kodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut; • UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas • UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal • UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan 3. Hukum Kebiasaan Hukum kebiasaan adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh subyek hukum dan sudah menjadi opini umum dan menimbulkan sanksi apabila kebiasaan tersebut tidak dilakukan. HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) Hak atas kekayaan intelektual menjadi issue yang semakin menarik untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan terhadap laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi. Dalam hubungan ini era globalisasi dapat dianalisis dari dua karakteristik dominan. Pertama, era globalisasi ditandai dengan terbukanya secara luas hubungan antar bangsa dan antar negara yang didukung dengan transparansi dalam informasi. Dalam kondisi transparansi informasi yang sedemikian itu, maka kejadian atau penemuan di suatu belahan dunia akan dengan mudah diketahui dan segera tersebar ke belahan dunia lainnya. Hal ini membawa implikasi, bahwa pada saatnya segala bentuk upaya penjiplakan, pembajakan, dan sejenisnya tidak lagi mendapatkan tempat dan tergusur dari fenomena kehidupan bangsa-bangsa. Kedua, era globalisasi membuka peluang semua bangsa dan negara di dunia untuk dapat mengetahui potensi, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing. Kendatipun tendensi yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara didasarkan pada upaya pemenuhan kepentingan secara timbal balik, namun justru negara yang memiliki kemampuan lebih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Salah satu kemampuan penting suatu negara adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi. Mengacu pada dua hal tersebut, upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual sudah saatnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi syarat batas dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi. Kiranya sulit dipungkiri, bahwa tanpa penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi, pembangunan nasional tidak akan berjalan dengan laju kecepatan yang cukup untuk dapat menempatkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Disadari bahwa dalam sistematik penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi selalu diawali dan dibarengi dengan upaya alih teknologi. Pada tahap lanjut dari upaya alih teknologi, untuk mengejar ketinggalan dalam tingkat penguasaandan pengembangan teknologi diperlukan kegiatan yang bersifat kreatif dan inovatif agar memiliki kemampuan untuk menciptakan teknologi-teknologi baru. Dalam ilmu hukum, kekayaan milik intelektual dimasukkan dalam golongan hukum harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai obyek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud. Istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan padanan dari istilah intellectual property sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas W. Dunfee dan Frank F. Gibson yang berarti suatu manifestasi fisik suatu gagasan praktis kreatif atau artistik serta cara tertentu yang mendapatkan perlindungan hukum. World Intelellectual Property Organization (WIPO) merumuskan intelectual property sebagai organisasi Internasional yang mengurus perlindungan terhadap hasil karya manusia, baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industri, kesusasteraan dan seni. Ruang lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual seperti dirumuskan oleh WIPO mempunyai pengertian luas yang mencakup, antara lain: - Karya kesusastraan - Pertunjukan oleh para artis - Ilmu Pengetahuan (scientific) - Penyiaran audio visual - Artistik - Penemuan ilmiah Perlu ditegaskan dalam hak kekayaan atas intelektual yang dilindungi bukanlah ide atau gagasannya, tetapi kreasi yang dihasilkan dari ide atau gagasan tersebut. Klasifikasi Hak atas Kekayaan Intelektual: Menurut World Intelellectual Property Organization WIPO, HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu: • Hak Cipta (Copyrights) Menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4] Hak cipta merupakan hak khusus, karena hanya diberikan kepada pencipta atau pemegang hak tersebut. Orang lain dilarang menggunakan hak tersebut, kecuali mendapatkan izin dari pencipta atau orang yang mempunyai hak cipta. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta, Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: 1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain. 2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu. 3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan 4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. 5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime. 6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. 7. Arsitektur 8. Peta 9. Seni batik 10. Fotografi 11. Sinematografi 12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Semua hasil karya tulisan, drama atau drama musikal, segala bentuk seni rupa, seni batik, lagu atau musik, arsitektur, kuliah, alat peraga, peta, terjemahan. Hak Cipta tersebut akan berlaku selama penciptanya masih hidup dan 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Sedangkan Program Komputer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Permasalahan yang muncul mengenai hak cipta terutama dalam program komputer akan kami bahas berikut ini: Hak Cipta Program Komputer Pelanggaran Hak Cipta Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HaKI) pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Hak paten atau hak cipta kekayaan intelektual sangat penting karena memberikan hak kepada perusahaan software tertentu untuk melindungi hasil karyanya dari pembajakan oleh perusahaan software lain sekaligus memberikan peluang bagi mereka untuk menjadikan software buatannya sebagai komoditas finansial yang dapat mendorong pertumbuhan industri. Dengan adanya hak cipta terhadap software, apabila terjadi pembajakan terhadap software tersebut maka pelakunya dapat dituntut secara hukum dan dikenakan sanksi yang berat. Maka, para perusahaan software pun berlomba-lomba mematenkan produknya tidak peduli betapa mahal dan sulitnya proses pengeluaran hak paten tersebut. Namun di satu sisi, hak cipta kekayaan intelektual memberikan masalah baru terkait dengan aplikasinya oleh para pengguna di seluruh dunia.Disebarluaskannya penggunaan floppy disk drive pada PC hingga alat yang saat ini populer yaitu CD-RW dan DVD-RW membuat kasus pembajakan software semakin marak di seluruh dunia. Kemampuan alat ini untuk menciptakan software lebih banyak dimanfaatkan oleh pengguna komputer untuk menggandakan software dengan mudah tanpa mengurangi kualitas produknya. Bahkan produk hasil penggandaannya akan berfungsi sama seperti software yang asli. Selain mengakibatkan kerugian pada perusahaan komputer yang menciptakan software, pembajakan juga mengakibatkan pelanggaran terhadap hak cipta kekayaan intelektual (HaKI). Memang tak dapat dipungkiri bahwa makin meluasnya penggunaan teknologi komputer untuk kantor maupun pribadi memungkinkan setiap individu di seluruh dunia untuk menggandakan software tanpa diketahui oleh pemilik hak cipta sehingga pembajakan software sulit untuk diawasi dan ditindak. Namun sejauh ini berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah dan produsen software untuk melindungi properti intelektual hasil inovasi mereka dari pembajakan. Pemerintah mengeluarkan aturan hukum berkaitan dengan undang-udang tentang hak cipta kekayaan intelektual (HaKI) yang berisi tentang tata cara perlindungan software, berbagai bentuk pembajakan serta sanksi bagi pelaku pembajakan sofware. Aturan hukum ini tentunya akan mencapai titik keberhasilan apabila diikuti dengan penegakan hukum yang mendasar dimana kalangan korporat, pemerintahan, hingga para penegak hukum juga diharuskan menggunakan software asli dalam pemakaian teknologi di lingkungan mereka. Pasal-pasal Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang berhubungan dengan hak cipta program-program komputer adalah: Pasal 12 ayat (1) huruf a, tentang ciptaan yang dilindungi termasuk program komputer; 1. Pasal 12 ayat (1) huruf l, tentang ciptaan yang dilindungi termasuk database dan hasil pengalih wujudan; 2. Pasal 15 huruf g, tentang pembuatan salinan cadangan program komputer; 3. Pasal 30 ayat (1), tentang masa berlakunya suatu hak cipta atas program komputer; 4. Pasal 72 ayat (3), tentang sanksi pidana pelanggaran hak cipta program komputer. Tetapi pada dasarnya, pasal-pasal dari suatu aturan atau undang-undang saling berkaitan, sehingga tidak hanya pasal-pasal tersebut diatas saja yang berkaitan dengan program computer. Contoh sederhana adalah sebagai berikut: Pengalihan hak cipta yang diatur dalam pasal 3 (2) UU Hak Cipta, walaupun tidak secara eksplisit menyebutkan ketentuan tersebut diperuntukkan untuk program computer, tetapi karena program komputer adalah bagian dari hak cipta, maka pengaturan pengalihan hak cipta tersebut berlaku juga terhadap program komputer. Ketentuan-ketentuan lain dalam undang-undang tersebut juga berlaku terhadap program komputer sepanjang tidak disebutkan sebaliknya oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku. Lebih lanjut, Pasal 15 huruf g UU Hak Cipta memperbolehkan melakukan backup terhadap program komputer (bukan backup data), sepanjang diperuntukkan sebagai cadangan dan digunakan sendiri. Suatu tindakan pembajakan perangkat lunak terjadi apabila dipenuhi unsur-unsur berikut: 1. Melakukan perbanyakan perangkat lunak (menggandakan atau menyalin program komputer dalam bentuk source code atau pun program aplikasinya); 2. Perbanyakan perangkat lunak dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak (artinya tidak memiliki hak ciptan atau lisensi hak cipta untuk menggunakan atau memperbanyak perangkat lunak); 3. Perbanyakan perangkat lunak dilakukan untuk kepentingan komersial (kepentingan komersial diterjemahkan secara praktek adalah perangkat lunak tersebut digunakan untuk kepentingan komersial, di perjual belikan, disewakan atau cara-cara lain yang menguntungkan pelaku perbanyakan secara komersial). Pembatasan Hak Cipta untuk program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf (g), yaitu terhadap pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik copy program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Karena seorang pembeli hanya memiliki hak sebatas untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari program komputer untuk kepentingannya sendiri tanpa batas waktu, sehingga jika kemudian pembeli program komputer menggandakan kembali atau menyewakan program komputer tersebut untuk tujuan komersil itu tidak dibenarkan. Karena dalam jangka waktu 50 tahun suatu program sudah mengalami perubahan dan pemodifikasian sangat pesat. Sehingga tidak mustahil, program yang diumumkan 50 tahun yang lalu saat ini sudah tidak digunakan lagi, bahkan sudah tidak dikenal oleh generasi pengguna komputer sekarang. Contoh konkrit adalah program Lotus 123 yang kurang lebih 10 tahun yang lalu begitu dikuasai oleh para pengguna namun sekarang jarang sekali ada pengguna yang masih menggunakan program ini untuk dijalankan pada komputernya. Maksud dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk setiap karya cipta agar pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak terpenuhi untuk karya cipta program komputer. Sebabnya nilai ekonomis dari sebuah program kurang lebih hanya tiga tahun, setelah waktu tersebut program akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bermunculan program-program baru, program lama akan dengan sendirinya ditinggalkan. Perlu diingat bahwa penggunaan program komputer bukan untuk dinikmati karena keindahan dan estetikanya, tetapi karena kegunaannya atau berhubungan dengan fungsi dari program komputer itu sendiri. Ditambah lagi, dalam UUHC ada ketentuan yang mengecualikan program komputer dari tindakan perbanyakan yang dilakukan secara terbatas oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang komersil yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan aktivitasnya sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Dengan demikian tidak mengherankan jika sekarang banyak terjadi pembajakan program komputer, karena kebutuhan masyarakat terhadap komputer meningkat tetapi tidak diikuti dengan kemampuan membeli lisensi dengn harga relatif mahal, juga masyarakat tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan program dengan harga murah selain dengan membeli CD program bajakan. Hak Untuk menuntut Jika Terjadi Pelanggaran Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program komputer melalui UUHC yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002. Kemudian untuk masalah pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer. Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer. 1. Dalam lisensi ini biasanya mencakup ketentuan, 2. Software tersebut boleh diinstal hanya pada satu mesin. 3. Dilarang memperbanyak software tersebut untuk keperluan apapun (biasanya pengguna diberi kesempatan membuat satu buah backup copy). 4. Dilarang meminjamkan software tersebut kepada orang lain untuk kepentingan apapun. Berdasarkan batasan di atas maka tindakan menginstal program komputer ke dalam lebih dari satu mesin atau diluar ketentuan yang dikeluarkan oleh satu lisensi, pinjam meminjam program komputer dan menginstalnya, mengkopi atau memperbanyak program komputer tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan. Untuk pelanggaran Hak Cipta program komputer di Indonesia, paling banyak dilakukan pada Microsoft Software yaitu dengan dilakukan perbanyakan program komputer tanpa seijin perusahaan Microsoft. Menurut Microsoft ada lima macam bentuk pembajakan software, diantaranya: 1. Pemuatan ke Harddisk: Biasanya dilakukan seseorang saat membeli personal komputer generik di toko komputer, yang oleh penjual langsung di install satu sistem operasi yang hampir seratus persen adalah Windows. 2. Softlifting: Jika sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaannya seperti ada lima lisensi tetapi dipakai di sepuluh mesin komputer. 3. Pemalsuan: Penjualan CDROM ilegal d.Penyewaan Software. 4. Downloading Ilegal: Mendownload sebuah program komputer dari internet. Hukum copyright atau Hak Cipta yang melindungi ekspresi fisik dari suatu ide misal tulisan, musik, siaran, software dan lain-lain tumbuh ketika proses penyalinan dapat dibatasi tetapi untuk saat ini sulit untuk mencegah dilakukan penyalinan tersebut sehingga usaha untuk menerapkan monopoli pada usaha kreatif menjadi tidak beralasan. Pada era tahun 1980 sampai dengan 1986 ketika perusahaan software sangat kuatir dengan masalah penyalinan ini, mereka memanfaatkan teknik proteksi disk yang membuat orang sulit menyalin disk atau program. Tetapi hal ini menyebabkan pengguna mengalami kesulitan untuk menggunakannya, maka setelah perusahaan perangkat lunak menyadari bahwa mereka tetap memperoleh keuntungan yang besar dari hal lain seperti servis dan pembelian perangkat lunak asli yang tetap tinggi maka mereka meniadakan proteksi penyalinan ini. Batasan-batasan yang diberikan oleh UUHC terhadap penggunaan program komputer menyebabkan banyak perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Cipta. • Hak atas Kekayaan Industri Khusus menyangkut Hak atas Kekayaan Industri, menurut pasal 1 Konvensi Paris mengenai Perlindungan Hak atas Kekayaan Industri tahun 1883 yang telah direvisi dan diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979 yang biasa disebut dengan Konvensi Paris, perlindungan hukum kekayaan industri meliputi: 1. Paten (Patens) Seperti yang dirumuskan menurut Black’s Law Dictionary adalah right secured by patent: a right to the exclucive manufacture and sale of an invention or patented article, kemudian dihubungkan dengan “patent for inventions”. A patent for an invention is the grant of exclucive rights to the invention by the government. The nature of the exclucive right ordinarily consists in the exclucive right to make, use or sell the invention for a limited time. Exclucive right to inventions are granted for the purpose of promoting industrial and technical progress, rewarding and encouraging inventors in the development of new things, promoting the disclosure of new things, and other purposes.[5] Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.[6] 2. Hak Merek Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Untuk mendaptkan hak atas merek harus mendaftarkan mereknya pada Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Kehakiman. Proteksi terhadap merek yang telah didaftarkan tidak dibatasi masa berlakunya. 3. Indikasi Geografi dan Indikasi asal penyebutan nama wilayah geografis dari negara, daerah atau tempat untuk menunjukan asal suatu produk berdasarkan kualitas dan sifat khusus lingkungan gografis, termasuk faktor alam dan manusianya. Contoh: anggur Bordeux, Batik tulis Solo, Sutera Thailand. 4. Hak Desain Industri (Industrial Designs) adalah suatu kreatifitas tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang industry dan kerajinan tangan. SANKSI ATAS PELANGGARAN HaKI Pada bab ini tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku atas pelanggaran HaKI, disini yang akan dijelaskan hanyalah sanksi atas pelanggaran hak cipta dan sanksi atas pelanggaran hak merk saja. Sanksi pidana terhadap pelanggaran hak cipta: Menurut Pasal 72 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Cipta, yaitu; “Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tanpa mendapatkan izin dari pemilik hak cipta dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melkukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat (1) satu bulan dan atau denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 3. barangsipa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 4. Barangsiapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) 5. Barangsiapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) 6. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) 7. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) 8. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) 9. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) Sanksi pidana terhadap pelanggaran hak Merek: Sesuai dengan Pasal 90 UU Merk Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). PROBLEMATIKA YANG MUNCUL Walaupun pelanggaran atas merk tersebut merupakan delik aduan dan sampai waktu yang cukup lama pemilik dari perusahaan (yang memiliki sebuah merk) yang asli belum melakukan penuntutan, pemalsuan merk yang dilakukan oleh seseorang atau pihak lain, perbuatan pemalsuan merk tersebut harus dihentikan. Seharusnya seseorang atau sekelompok orang berkreasi membuat merek sendiri dan kemudiaan menggunakannya untuk produk yang mereka hasilkan. Dalam pembuatan atau pemberian merek tentunya harus mengikuti aturan, tidak sembarang menggunakan merek. Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: • Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum • Tidak memiliki daya pembeda • Telah menjadi milik umum • Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya Dari klasifikasi diatas dapat juga diartikan jika seseorang atau kelompok yang menggunakan merek terdaftar milik orang lain tanpa izin dan mencantumkannya dalam barang produksinya. Jelas melanggar Pasal 90 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pemberian merek terhadap barang produksi dengan memperhatikan norma dan hukum yang berlak sangatlah penting. KESIMPULAN Sebagaimana telah dibahas diatas, bahwasanya hukum dagang atau yang sekarang lebih sering disebut dengan hukum bisnis mempunyai aturan-aturan tertentu yang mengatur para pelaku bisnis itu sendiri agar terjadi keseimbangan antara para pelaku bisnis. Hukum dagang merupakan jenis khusus dari hukum perdata. Karena itu hubungan hukum, tindakan atau perbuatan hukum dagang juga merupakan hubungan hukum, tindakan atau perbuatan hukum keperdataan. Dalam hukum dagang itu sendiri terdapat undang-undang yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum dagang disertai dengan sanksi-sanksi yang diarahkan pada para pelanggar aturan hukum dagang itu sendiri. PENUTUP Demikanlah yang dapat kami sampaikan, Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran, atau masukan dari Bapak/Ibu dan teman-teman semua demi sebuah perubahan menuju arah yang lebih baik. Mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit menambah pengetahuan kita. Amin….. DAFTAR PUSTAKA • Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. • Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999. • Ichsan, Achmad, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993. • Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten • Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta • Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek FootNote [1] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, h. 301 [2] Drs. Soesilo Prajogo; Kamus Hukum, h. 199 [3] Ridwan Khairandy dkk, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, h. 3 [4] Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta [5] Achmad Ichsan, Hukum Dagang, h. 96 [6] Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten

0 Response to "hukum dagang"

Posting Komentar